Visualisasi Sebagai Cara Mengurangi Kecemasan
Garis besarnya adalah kita bisa
lebih menguasai perasaan atau dengan kata lain lebih tenang bila tidak
memikirkan semuanya sekaligus, dan menggunakan pendekatan yang lebih tepat
dengan terlebih dahulu memikirkan satu langkah.
Karena dalam satu waktu kita hanya bisa melakukan satu gerakan.
Kemudian kita juga sempat
menyinggung pentingnya membuat rencana agar pikiran dapat terfokus memikirkan
satu langkah, dan tidak ‘berkelana’ memikirkan hal-hal yang tidak ada
hubungannya dengan situasi saat itu yang
tengah dihadapi.
Seperti seorang pemain
berpengalaman yang mengetahui bahwa ia tak harus mengumpan setiap saat, sebab bisa
saja permainan tim mudah ditebak, atau tak harus menggiring setiap saat, karena
bisa saja lawan hafal dan memberi penjagaan lebih dari satu pemain pada kita.
Dan rencana itulah yang
dinamakan dengan visualisasi. Berasal dari akar kata visual yang berarti
penglihatan, visualisasi memiliki istilah lain yang bermakna serupa yaitu ‘mental imaginery’. Mencitrakan atau
membayangkan secara mental.
Teknik ini berarti Anda
membayangkan situasi khusus dalam pertandingan secara detil seolah benar-benar
mengalaminya. Sebut saja situasi dimana Anda memperoleh umpan di depan gawang.
Anda bayangkan bola bergulir semakin mendekat, dan Anda telah menghentikan
langkah lari di titik yang tepat sembari menyiapkan kaki untuk menendang
menggunakan kaki bagian dalam yang biasa dipakai untuk mengumpan agar mencetak
gol.
Dan saat bola telah sampai di
dekat kaki Anda, bolapun disambar dengan keras menggunakan bagian kaki
tersebut. Dan gol.
Inilah salah satu contoh dari
teknik yang disebut visualisasi atau pencitraan mental.
Konsep ini telah banyak
diterapkan dalam berbagai cabang olahraga untuk meningkatkan performa atletik menyusul
banyaknya riset yang menunjukkan hal tersebut, seperti hasil studi yang
dilakukan oleh Lejuene, Decker, dan Sanchez pada tahun 1994 terhadap 40 pemain
tenis meja tingkat pemula.
Lalu, hasil studi McKenzie dan
Howe pada tahun 1997 yang melaporkan bahwa latihan pencitraan selama 15 minggu
meningkatkan skor akurasi di antara pelempar dart (game lempar panah jarum ke papan target) dibandingkan yang tidak
melakukannya. Telah diterima secara luas bahwa pencitraan merupakan alat
psikologi yang penting dan berpengaruh kuat dalam peningkatan performa atletik.
Ada lagi penelitian baru yang dilakukan
di Iran pada tahun 2010 oleh S.H Mousavi (M.Sc) dan Abolfazl Meshkini (Ph.D),
terhadap 50 orang pemain tenis yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang
satu adalah kelompok kontrol, sedangkan yang lainnya merupakan kelompok
eksperimen. Sederhananya, satu kelompok melakukan visualisasi, sementara yang
lainnya tidak.
Dan hasilnya menunjukkan bahwa
visualisasi atau yang juga disebut ‘mental
imaginery’, -pencitraan mental-, pada atlet sangat berpengaruh mengurangi
kecemasan dan meningkatkan performa atlet tenis tersebut, khususnya bila
disertai dengan strategi psikologi lainnya seperti self-talk (pembicaraan dengan diri sendiri), relaksasi, dan goal-setting (penentuan tujuan) dan pelaksanaannya
sangat familiar bagi individu .
Untuk metode lain tentu sebagian
dari Anda tentu lebih paham, contohnya saja self-talk.
Bila Anda mengikuti artikel saya sebelumnya, pemain futsal yang mencemaskan
kontrol bolanya yang salah, pendapat penonton, hingga badannya yang terasa
lelah sebenarnya telah menerapkan self-talk.
Namun self-talk yang dilakukan justru
memacu kecemasan lebih besar.
Kemudian ada relaksasi, yang
umum adalah teknik pernapasan sebelum pertandingan agar tak terlalu gugup.
Ada pula goal-setting atau penentuan tujuan, mesti spesifik agar kita bisa
fokus. Seperti memenangkan pertandingan dengan cara ball posession dan bertahan dengan pemain depan melakukan pressure. Singkatnya, mengikuti strategi
baik yang ditentukan oleh pelatih maupun disepakati bersama oleh pemain.
Nah, untuk saat ini kita akan
membahas tentang bagaimana cara melakukan pencitraan atau visualisasi,
sebagaimana dikutip dari Bradley Busch, seorang pelatih skill mental, dalam FourFourTwo berikut aturannya:
1. Latih secara rutin; Meningkatkan kemampuan mental sama halnya dengan kemampuan
fisik –membutuhkan pengulangan dan latihan yang terfokus.
2. Gunakan semua indramu; bayangkan dengan gambar yang jelas seolah kita bisa
menyentuhnya. Tak hanya apa yang Anda lihat tapi juga dengar dan rasakan.
Singkatnya, gambaran yang mendetil seperti berada di lapangan yang penuh dengan
lawan dan penonton.
3. Visualisasi dalam waktu
sesungguhnya; visualisasi merupakan latihan
membayangkan momen menentukan (Ingat: bedakan dengan kepanikan yang muncul
akibat terlalu banyak pikiran). Ambil contoh penalti, Anda mesti membayangkan
perjalanan menuju titik penalti, meletakkan bola, mundur beberapa langkah,
berdiam diri selama 3 detik, menunggu peluit wasit dan kemudian merobek jala
gawang dengan tendangan keras.
4. Lakukan di setiap
kesempatan; Anda bisa melakukan ini di luar
lapangan. Misalkan saja saat duduk menonton pertandingan futsal, bayangkan Anda
yang tengah bermain. Saat mengantri di toko serba ada. Saat duduk terdiam di
angkutan umum. Pilihannya banyak. Namun disarankan agar melakukan visualisasi
hanya di kesempatan yang memungkinkan, tidak membahayakan (seperti mengendarai
sepeda motor) atau membuang waktu (tidur-tiduran sambil membayangkan permainan
futsal). Visualisasi dan melamun jelas bukan dua hal yang sama.
5. Tidak ada pengganti dari
latihan; visualisasi semestinya
digunakan bersama latihan, bukan sebagai pengganti latihan. Semakin banyak Anda
melakukan latihan fisik dan mental, semakin besar penghubung yang terbentuk di
otak Anda. Semakin besar penghubung ini memungkinkan otak mengirim pesan yang
lebih banyak dan lebih cepat kepada tubuh Anda. Riset neuroscientific terbaru menunjukkan memvisualisasikan suatu skill
meningkatkan penghubung-penghubung ini.
Bagaimana? Teknik yang cukup
menggiurkan untuk dicoba bukan? Mulai terapkan hal tersebut sesuai aturan.
Dan bila mengacu pada penelitian
yang dikutip dari International Journal
of Academic Research in Business and Social Sciences di awal pembahasan,
teknik ini khususnya berpengaruh bila disertai dengan teknik psikologi lainnya
seperti pembicaraan dengan diri sendiri (self
talk) yang terarah alias tidak berkelana kemana-mana, kemudian konsep lain
seperti relaksasi, penentuan tujuan (goal
setting), dan rutinitas.
Tak ingin ribet dengan
teknik-teknik tersebut dan cukup visualisasi saja? Mudah saja: utamakan berdoa.
Yup, berdoa. Berdoa sudah mencakup apa yang
dimaksudkan oleh teknik lainnya tersebut. Tak selamanya apa yang telah kita
rencanakan berjalan sesuai perkiraan, meski kita telah memulainya dengan benar.
Visualisasi mengarahkan pikiran kita saat di lapangan, namun ada hal-hal lain
yang di luar perkiraan kita bisa terjadi seperti cedera, lawan yang menyulut
emosi, rekan yang terprovokasi kartu merah, dan faktor tak terduga lainnya. Dan
itu benar-benar bisa terjadi.
Dengan berdoa kita bisa lebih
tenang atas apa yang di luar kemampuan kita mempengaruhinya. Lagipula selain
bermanfaat, yang lebih utama juga berpahala kan?
0 komentar:
Posting Komentar